Thursday, March 16, 2017

Tamu Bapak (2)

Bapak | Gambar diambil dari sini
"Dek, besok kamu pergi?" Setelah makan malam, tiba-tiba Bapak bertanya padaku tidak biasanya. Karena defaultnya, apapun kegiatannya, setiap hari aku pasti pergi pagi kecuali hari Ahad. Ah, akhir-akhir terlalu  banyak sikap Bapak yang tidak seperti biasanya.
"Iya, Pak. Besok Adek ada kajian di kampus sampai zhuhur. Setelah itu ada tahsin."

"Besok tahsinnya bisa izin dulu, nggak?"

Aku yang sedang merapikan meja makan tertegun dengan permintaan unik Bapak. Orang yang tidak kenal Bapak mungkin akan merasa biasa saja. Tapi ini Bapak. Yang bicaranya sedikit-sedikit. Yang pesan singkatnya masuk ke ponselku hanya apabila pukul 20.30 aku belum di rumah. Yang kalau bertanya atau mencoba membuka obrolan, tidak pernah memalingkan muka dari aktivitasnya. Seperti saat ini, ia berbicara padaku sambil matanya tetap menelusuri kolom kolom berita koran sore ini.

Bapak tidak pernah menanyakan aktivitasku. Semuanya aku ceritakan pada Ibu yang aku tahu pasti akan melanjutkan ceritaku ke Bapak. Apalagi memintaku izin dari aktivitas rutinku. Itu seperti satu-satunya dalam seratus tahun, kalau dalam bahasa hiperbolanya.

"Atau kamu izin pulang duluan saja supaya ashar kamu sudah ada di rumah."

"Ada apa memangnya, Pak?"

"Bapak mau ada tamu habis maghrib. Jadi kamu harus sudah ada di rumah sejak Ashar. Supaya bisa siap-siap." Bapak, walaupun permintaannya janggal, gayanya masih sama seperti ketika ia menanyakan hal-hal biasa. Matanya fokus pada aktivitasnya tanpa berusaha membuat kontak mata dengan lawan bicaranya. Ini hanya berlaku di rumah, sebenarnya.

Pekan lalu aku dilarang pulang karena Bapak sedang menerima tamu. Sekarang justru aku diminta pulang cepat juga karena Bapak akan menerima tamu. Apakah aku sudah sebutkan bahwa belakangan ini sikap Bapak agak aneh?

Aku belum sempat bertanya lebih jauh ketika Ibu pulang entah habis dari mana. Tapi yang lebih mengagetkan adalah Mas Rodhi, kakak semata wayangku yang menyusul di belakang Ibu bersama Mbak Hanum, istri Mas Rodhi yang menggandeng Amira, anak Mas Rodhi yang sedang lucu-lucunya.

"Lho, Mas Rodhi... Mbak Hanum... Ada apa, tumben ke sini?" Aku menyambut kedatangan keluarga muda itu dengan banyak pertanyaan yang muncul di kepalaku yang mulai bingung.

"Ya mau menyambut tamu Bapak besok, Rahmi." jawab Mas Rodhi sambil menepuk-nepuk kepalaku.
Sementara Mbak Hanum hanya tersenyum misterius setelah bersalaman denganku sambil bertanya, "Gimana kabarnya, Mi, sehat?"

"Alhamdulillah, Mbak..." betapa aku ingin melanjutkan kalimatku, tapi tidak tahu mau bicara apa. Aku memilih diam dan membawakan tas mereka ke kamar Mas Rodhi di lantai atas.

"Gimana, Pak, apa yang bisa Rodhi bantu untuk besok? Orangnya kayak gimana emang?" sayup aku dengar Mas Rodhi membuka pembicaraan dengan Bapak saat aku menaiki tangga menuju lantai atas.

Di bawah, semua tiba-tiba jadi sibuk. Ibu dan Mbak Hanum sibuk di dapur memasukkan semua belanjaan yang tadi Ibu bawa pulang. Mas Rodhi mengobrol dengan Bapak serius sekali. Sepertinya aku sama polosnya dengan Amira, yang tidak tahu apa-apa soal tamu Bapak esok hari. Siapakah? Ada apakah sampai semua anggota keluarga berkumpul begini?

Saat aku kembali ke bawah, semua aktivitas sudah selesai. Mbak Hanum menggendong Amira yang sudah mulai mengantuk naik ke lantai dua. Bapak melipat korannya kemudian masuk kamar. Mas Rodhi masih di meja makan menelusuri sesuatu di ponselnya. Ibu melakukan sentuhan akhir di dapur lalu cuci tangan. Aku memilih mendekati Ibu.

"Bu, besok itu siapa tamu Bapak?" aku tidak bisa menyembunyikan penasaranku.

"Ibu juga belum pernah ketemu sama orangnya. Kita lihat besok saja, ya, Rahmi. Kamu istirahat saja sana. Ibu juga mau istirahat." tanpa jawaban, Ibu meningglkan aku sendirian di dapur.

"Dek," panggil Mas Rodhi. Aku mendekat, "Besok pulang Ashar kan? Setelah pulang, kamu pakai baju ini ya nanti. Tadi Mas lewat toko baju punya temen Mas baru buka. Kayaknya bagus kamu pakai." Ia meninggalkan sebuah tas karton di atas meja makan.

Dan kebingungan lain melandaku. Aku tertegun. Lagi-lagi tidak tahu harus jawab apa.

"Mas naik duluan ya. Jangan bengong. Tidur sana!"
Apa hanya aku di sini yang tidak tahu apa-apa tentang apa yang sedang terjadi?

Mampang Prapatan, Kamis, 16 Maret 2017, 15.00 WIB
Mari menghibur diri dengan menulis kembali

Baca juga
 Baca juga :
Tamu Bapak (2)
Tamu Bapak (3)
Tamu Bapak (4) - ed. Rahmi dan Syayma
 

No comments:

Post a Comment