Saturday, September 23, 2017

Catatan Sang Kontingen

Kontingen. Istilah ini bermula dari agenda jaulah Salam UI ke Gamais ITB. Harusnya sih tiap dep/bir dapat slot kursi untuk dua orang. Sementara dep/bir yang lain pada nambah kursi, bahkan sampai ada yang bela-belain berangkat terpisah dari rombongan dengan menggunakan kereta, TKK cukup satu saja yang berangkat. Ya, Iffah. Si Kepala berkelakar, "Beri saya 1 anak TKK akan saya guncangkan ITB". Duh. Dan ketika si satu-satunya perwakilan TKK ini ditagih untuk iuran keberangkatan, iseng-iseng berhadiah dikirimkanlah tagihan itu ke grup. Dan Tring! Muncul bukti transfer yang menyatakan telah membayarkan sejumlah uang yang diminta ke nomor rekening yang diminta pula. Bekal perjalanan, ceritanya. Alhamdulillah.

Sepekan kemudian, Salam UI kembali mengadakan agenda outing. Kali ini Refleksi Paruh Tahun namanya. Curiga akan kembali menjadi satu-satunya perwakilan, aku memutskan untuk tidak bilang-bilang ke siapa-siapa kalau aku berniat untuk ikut. Hanya melapor kepada cp perizinan (Fitri) sudah cukup bagiku. Toh aku juga tidak butuh tahu siapa lagi dari TKK yang akan ikut RPT. Terlihat pasti, Ibrohim sebagai kepala TKK sepertinya akan ikut. Tapi berangkat tidaknya dia, tidak berpengaruh juga terhadap keberangkatanku. Tanya-tanya sedikit, aku jadi tahu dia berniat untuk menyusul ke RPT selepas syuro TKK di Sabtu Pagi (padahal RPT dimulai Jumat malam), yang qadarullah, akhirnya beliau tidak jadi ikut.

Awalnya memang sempat galau mau berangkat atau tidak. Tapi bukan karena ada temannya atau tidak yang membuatku galau. Bukan pula karena ada yang batal berangkat. Melainkan waktu kepulangan di Ahad siangnya. Mengingat tempat yang jauh, aku tentu tidak bisa membawa motor sendiri supaya bisa pulang duluan sendiri. Padahal, Ahad sore aku ada jadwal mengajar privat. Sementara perjalanan pulang sangat mepet dengan jadwal mengajar tersebut. Tapi bismillah, akhirnya ikut rombongan menyusul di Sabtu sore yang akhirnya baru lepas landas dari Depok saat maghrib dan sampai di tujuan sekitar jam 9 malam.

Sempat tarik ulur mau masuk grup rombongan menyusul atau tidak. Karena sebenarnya jujur-jujuran, males juga diketaui orang kalau aku juga berangkat (yang notabene akhirnya satu-satunya TKK di RPT). Apalagi kalau diketahui oleh Kepala TKK sendiri. Bahkan sesaat sebelum berangkat, Widia menanyakan aku apakah aku ikut atau tidak, dan hanya kubaca. Jadilah, kali kedua jadi satu-satunya Kontingen TKK.

Memasuki paruh tahun kedua memang lebih sulit bagi kami untuk menghadiri agenda-agenda internal Salam. Sebagian besar sudah memulai perjuangan pasca kampusnya, sisanya sedang berjuang menyelesaikan kehidupan kampusnya (baca:menyelesaikan skripsi), belum kalau bentrok dengan agenda di luar dua hal tersebut. Wajar akhirnya, aku yang nggak ada kesibukan apa-apa inilah yang seringnya tersisa. Tetapi di luar itu semua, sungguh aku senang bisa berkegiatan dengan adik-adik (boleh ya sebut adik) shalih-shalihah dan membantu mereka (meskipun sering juga muncul magernya. Aasif jiddan).

Aku nimbrung di RPT dan agenda pertama yang kuikuti adalah persembahan dari PI. Diputarkanlah video dokumentasi mengenai kilas balik selama satu paruh tahun ke belakang. Dikemas apik dengan narasi yang begitu sendu ala Imam. Tidak sedikit yang menitikkan air mata. Aku merasakannya juga. Well, meskipun sosokku tidak terlihat di video itu, meskipun kontribusiku juga boleh dibilang kurang untuk agenda-agenda yang ditampilkan di video, tapi aku paham bagaimana haru-birunya perasaan para fungsionaris Salam yang pasti sangat besar rasa kepemilikannya terhadap momen-momen tersebut. Tiga setengah tahun sampai saat ini berkecimpung di Lembaga Dakwah, aku khatam bagaimana perasaan mereka. Seandainya aku jadi mereka yang ada di kilasan-kilasan memori itu, aku juga pasti akan menangis. Saat itu aku memang tidak ikut menangis. Tapi aku memandang ke sekeliling. Melihat yang lain saling merangkul, menepuk bahu, atau ada pula yang dengan sok kuatnya menghapus air matanya sambil tertawa dan berkata "Ane nggak nangis, Ane kan kuat." Melihat pemandangan seperti itu saja cukup membuatku merinding merasakan sedikit rasa yang mereka tumpahkan. Dalam hati, aku mencoba bertelepati dengan orang-orang yang ada di ruangan, sembari berdoa kepada Allah. Semoga Allah tambahkan kekuatan mereka. Semoga Allah ikatkan hati-hatj mereka. Semoga Allah istiqomahkan mereka dalam kebaikan-kebaikan. Semoga Allah husnulkhotimahkan amanah mereka.

"Kemarin kan semua bidang udah tampil, Fah. Tinggal TKK yang belum. Pokoknya kamu harus tampil juga nanti." kira-kira begitu kalimat Fitri entah malam itu, atau besok paginya. Udah panik aja, tapi alhamdulillah nggak disuruh. Yang ada malah ttp dapet hadiah richoco nabati segepok yang harusnya katanya buat TKK taoi berhubung TKK yang datang hanya diriku seorang, akhirnya kumakan beberapa dan sisanya kubagikan. Ini yang aku bilang di grup TKK, "Nggak tampil aja dapat hadiah."

Setelah acara seru sehari-semalam itu (iya, acaranya sebenernya dua hari dua malam, tapi aku kan cuma ikut sehari semalam) ditutup, kegalauan yang sempat hilang, muncul lagi. Maghrib itu aku harus mengajar. Takut-takut, aku coba izin sama orang tua murid untuk terlambat. Meskipun nggak kebayang juga kalau tetap harus berangkat bakal kayak gimana. Perjalanan dari lokasi ke Depok 3,5 jam, dari Depok ke tempat ngajar satu jam, dan harus mengajar selama dua jam. Tepar pasti! Dan Allah Maha Baik, orang tua murid menjawab dengan sangat bijak, me-reschedule jadwal hari itu jadi besoknya. Aku bisa beristirahat dengan tenang di kamar kos malam itu. Alhamdulillah. Kalau kata Fata, "Allah tau kok kalo lu seneng beginian."

Yah, begini aja memang catatan perjalanan sang kontingen TKK. Belum bisa menjadi citra, contoh, dan perwakilan yang baik bagi TKK memang. Tapi mudah-mudahan membawa kebahagiaan tersendiri juga bagi teman-teman, adik-adik shalihat (kurang kenal sama yg ikhwan. Yang akhawat aja masih banyak yang belum kukenal) di Salam UI 20. Semoga Allah meridhoi niat baik dan ikhtiar kita semua.

Villa Permata, Sabtu, 23 September 2017
Ya, aku saat ini sedang berada kembali di tempat RPT sepekan yang lalu.
Catatan ini dibuat untuk Salamenulis Ed. RPT, makanya isinya sebagian besar tentang RPT. Catatan tentang jaulah ke Gamais ITB, akan dibuat menyusul kalau mood
.

Friday, September 15, 2017

Malu-Malu Rindu

Pada denting rindu kesekian ini, akhirnya aku belajar sesuatu bernama ketenangan dan kelapangan hati.
Aku belajar bahwa waktu tidak hanya mampu menyembuhkan luka, tapi juga mampu meredam rindu.
Aku meyakini bahwa rindu bukanlah hutang yang sudah jatuh tempo. Bukan pula kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi saat ini juga.
Kesabaran dan kedewasaan lah yang menyempurnakan keseluruhan kisah. Membungkus rindu jadi tidak lagi malu-malu. Pada akhirnya.