Tuesday, May 29, 2018

Episode 8 : Kamu atau Bukan Kamu?

Apa yang lebih menyakitkan daripada rasa yang terpaksa dimatikan sebelum ia berbunga? Dan aku dengan sesadar-sadarnya, paham bahwa ini bukan soalan aku pantas atau tidak pantas. Tapi lebih mendasar lagi yaitu tentang aku atau bukan aku, dan tentang kamu atau bukan kamu.

Setelah puluhan hitungan aku menghitung dalam hati, menunggu sampainya aku pada pertemuan berikutnya denganmu, aku sempat hampir lupa. Tapi tepat sedetik sebelum aku benar-benar lupa, kamu harus datang bersamaan dengan kembalinya semua file-file yang hampir saja membusuk di recycle bin memori otakku. Apalah, aku tidak peduli dengan analogi yang berantakan. Yang aku peduli adalah garis pikiran rasionalku yang berantakan.

Kalau saja aku tahu apakah semua perjalanan ini adalah tentang kamu atau bukan, aku tentu akan bisa memutuskan untuk terus berjalan, meski harus menunggu ratusan bahkan ribuan hitungan pertemuan lagi, atau berhenti dan melangkah mundur meski senyumanmu terus menghantui langkah mundurku.

Kalau saja aku tahu apakah semua perjalananmu adalah tentang aku atau bukan, aku tentu akan bisa memutuskan akan bertahan meski ada yang harus keberatan atau bahkan tidak suka, atau mundur teratur meski aku hanya bersaing dengan diriku sendiri.

Kenyataannya aku tidak tahu.

Dan aku memang masih berharap pada pertemuan-pertemuan berikutnya. Merindukan temu-temu tanpa rencana dengan nol ekspektasi. Manis. Sebelum semuanya berubah menjadi getir.

Saturday, May 19, 2018

Episode 7 : Pertemuan yang Terlambat

Mau berapa kali pun aku mengutuki keadaan, ia tidak akan pernah berubah. Mau berapa kali aku bertanya tanpa jawab, kenyataan tidak akan berganti. Nyatanya, dia lebih dahulu bertemu denganmu.

Dalam hidup, mungkin kita sering merasakan waktu-waktu yang tidak tepat. Tidak tepatnya waktu kehadiran kita, tidak tepatnya waktu kemunculan seseorang, tidak tepat waktu mengutarakan sesuatu, tidak tepat waktu bertemu dengan seseorang. Dan sederet missed timing yang kamu mungkin juga pernah rasakan.

Mungkin aku tidak seharusnya berada di sini. Atau berada saat ini. Tapi apa aku bisa mundur lagi ke garis start dan mencoba mencari jalan lain?

Sepertinya, sekalipun aku punya kesempatan untuk kembali ke semula, aku tidak yakin akan mengambil jalan lain. Menurutmu bagaimana?

Friday, May 18, 2018

Episode 6 : Sweet 'Lil Girl

There's this girl. Sweet as candy. Yang perlahan sudah seperti adikku sendiri. Yang selalu ada.

She talks a lot. Mostly about you. Aku baru saja kenal dia dan masih harus banyak beradaptasi dengan gayanya, lakunya, dan moodnya. Tapi satu yang kuyakini benar, posisimu di hatinya bukan posisi main-main. Aku nggak tau yang seperti apa, tapi aku tidak akan bisa menembus dinding itu.

Malam itu, di atas motor yang membawa kami pulang, kutanyakan padanya tapi tidak kutemukan jawab. Hanya kesimpulan sepihak yang kudapatkan dan penguatan atas dugaanku saja.

Dan pada malam yang sama, di atas motor yang sama, aku menangis karenamu untuk yang pertama kalinya. Dan tentang bagaimana ini semua bisa menjadi sangat halus dan sulit kunafikan. Titik air mata yang jatuh begitu saja. Tanpa kompromi.

Episode 5 : Sweet Rendezvous 3

Kamu akhirnya datang. Tanpa permisi. Seperti kamu yang tiba-tiba datang ke dalam hidupku tanpa kamu tahu bahwa kedatanganmu mengimprovisasi hidupku.

Seperti malam itu, saat aku hampir selesai berkemas, kedatanganmu membuatku tidak ingin segera beranjak. Membuatku mencari cara untuk tetap tinggal lebih lama.

Kita tidak banyak bicara malam itu. Tapi aku memperhatikan setiap jawabanmu dalam perbincanganmu dengan orang lain. Aku merekam setiap data yang terungkap darimu.

Dan ternyata, pertemuan yang tanpa ekspektasi terasa jauh lebih manis dari yang kupikir. Semacam kejutan ulang tahun sebelum harinya.

Wednesday, May 16, 2018

Episode 4 : Sweet Rendezvous 2

I live my life. Setelah momen patah hati untuk yang kesekian kalinya, aku lebih mudah menikmati hidup. Lebih mudah melupakan duka. Lebih menikmati setiap tawa dan menyerap sedikit kesedihan hanya untuk formalitas karena aku masih manusia. Waktu-waktu berat itu telah berlalu dan aku, sejak dulu, tidak pernah berlama-lama dalam patah hati. Tapi sepertinya aku belum ingin kembali jatuh cinta.

Sampai aku bertemu denganmu. Membuatku menyadari bahwa aku tetap aku. Yang dapat dengan mudah jatuh karena senyuman. Atau sedikit perhatian. Atau sedikit kebersamaan. Atau bahkan aku bisa jatuh juga karena pengabaian. Orang yang sangat mengenalku, pasti mengerti.

Malam sudah hampir memasuki fase sendu. Aku sudah bersiap pulang ketika kamu datang tanpa ancang-ancang. Sukses membuatku gugup bukan kepalang. Pertemuan yang tidak kuekspektasikan.

Tuesday, May 15, 2018

Episode 3 : Sweet Rendezvous 1

Berlalunya waktu, aku lupa bahwa aku masih menyimpan tanya yang belum terjawab.

Sampai pada suatu malam aku menyadari bahwa aku mulai merindu adalah saat seorang teman menyebutkan namamu. Aku menunggumu malam itu, meski tanpa ekspektasi. Tapi kamu tidak juga datang. Kecewa? Belum. Perasaan ini masih begitu halus untuk mampu membuatku kecewa.

Kita masih punya banyak waktu. Masih tanpa ekspektasi, aku rela menunggu pertemuan-pertemuan berikutnya. Kita pasti masih punya kesempatan yang lain.

Sampai kesempatan itu tiba, aku masih sanggup bertahan dalam ekspektasi nol. Titik di mana belum ada yang perlu dikhawatirkan. Titik di mana belum ada yang perlu dipertimbangkan.

Episode 2 : Pertemuan Kedua

Tidak pernah ada perkenalan resmi antara kita. Aku menyebutkan nama, kamu menyebutkan nama. Ah cliché dan tidak perlu. Yang ada adalah pesan singkat pertama darimu yang menawarkan makanan untukku.

Pada pertemuan kedua ini lah aku memulai banyak hal meskipun pertanyaan-pertanyaan yang kubawa pulang belum juga menemukan jawaban. Tetapi aku belum jatuh cinta. Dua pertemuan ternyata tidak cukup bagiku.

Dan satu kalimat peringatan hati-hati dari seorang teman justru telah membawaku masuk lebih jauh semakin mendekat pada bahaya.

Monday, May 14, 2018

Episode 1 : Pertemuan Pertama

Aku bukan seorang yang percaya akan konsep cinta pada pandangan pertama. Setidaknya untuk diriku sendiri. Aku lebih suka mengakui pepatah jawa yang mengatakan bahwa cinta tumbuh karena terbiasa. Terbiasa membicarakan hobi yang sama, terbiasa ngobrol lewat pesan singkat WhatsApp, terbiasa membicarakan organisasi, terbiasa mengelola acara bersama, terbiasa mengalami nasib yang sama, atau bahkan sekadar terbiasa memikirkan dirinya tanpa orang tersebut tahu.

Maka ketika aku mengingat kali pertama aku melihatmu, aku dapat menilai bahwa saat itu aku tidak langsung jatuh cinta. Meskipun setelahnya, aku membawa pulang banyak pertanyaan tentangmu yang kupikirkan sampai berhari-hari. Dari sanalah, aku terbiasa memikirkanmu.