Wednesday, April 12, 2017

Gema

Adalah gema yang memantul-mantul
di dinding sukma
berdentum menggetar debar
Aku menyesap setiap tetes embun harap
Menghirup setiap hela keyakinan
Tak ingin melepas
Tapi akhirnya harus diembuskan juga
Hidup harus terus berjalan

Saturday, April 8, 2017

Filosofi Hidup

Hidup ini..

...

...

...

...

...

...

...

Hidup ini adalah sekumpulan paragraf. Ndak, aku ndak bisa berfilosofi sepertimu. Jadi hapus saja dua kalimat sebelum ini dari pikiranmu🌌🌌🌌

Thursday, April 6, 2017

Tamu Bapak (4) - ed. Rahmi dan Syayma

"Hari ini dia nggak datang kajian." kata Syayma tanpa ditanya.
"Lalu?" aku sedang tidak minat. Aku lebih berminat pada puding coklat dingin yang sekarang ada di depanku.
"Katanya, orang tuanya datang."
"Kemudian?" aku sama sekali tidak ada minat mendengar kabar tentangmu.
"Sudah. Demikian sekilas info." tutupnya dilanjut tawa yang aku tidak mengerti letak lucunya. Akhir-akhir ini selera humorku memang sering bermasalah.
"Ih, kamu jangan ngelihatin aku kayak gitu dong!" protesnya. Aku diam saja.
"Mi..."
"Hm..."
"Mi..."
"Apa?"
"Ih Rahmi, ah. Kok dari tadi pundung gitu sih. Kenapa? Sini cerita sama Mama Syayma." Inginnya aku melanjutkan makan puding saja daripada menjawab pertanyaan Syayma. Tapi pudingnya sudah habis.
"Kamu dilamar orang ya?" tebaknya asal.
"Apaan sih." Aku mencoba meraih puding milik Syayma, tapi dia sigap mempertahankannya.
22 Maret 2017, 13.00 WIB

Wednesday, April 5, 2017

Panglima dan Asisten Juru Masak (2)

“Aku sedih…” katamu.

“Banyak orang dapur yang ditarik untuk ikut dalam pertempuran. Hanya karena di dapur terlihat sudah lengang, tidak ada pekerjaan, dan terlihat seperti tidak ada apa-apa. Padahal, bukankah mereka tahu bahwa pekerjaan kita di sini masih banyak?” Masih katamu.

Aku mengerti. Setelah koki utama ikut pergi dan terlahir kembali sebagai panglima utama, satu persatu awak dapur ikut pergi. Ditugaskan ke berbagai wilayah. Kini, teman terdekatku harus ikut pergi juga.

“Dear, kita ini orang dapur.
Tapi tidak ada salahnya kita ikut bergabung ke medan pertempuran
Setidaknya kita juga sering ikut latihan fisik meski di barisan belakang
Setidaknya kepergianmu dengan persenjataan yang sudah dilengkapinya
Setidaknya tidak jauh berbeda antara pedang dan pisau daging
Toh kalian tidak pergi selamanya, Toh kalian tidak pergi sejauh jarak tak hingga
Pekerjaan kita sudah berlangsung selama masa persiapan, pun saat ini kita sudah dibantu alat
Jadi tidak ada salahnya kalau mereka menarik awak-awak tebaik dapur untuk turut serta
Aku pun harus siap jika tiba-tiba saja diminta berjaga di baris paling belakang, meski tanpa pedang bahkan zirah, mengedarkan air-air minum kepada para pejuang yang mungkin lupa akan rasa haus mereka
Tenanglah,
Dapur masih tetap bisa mengepul, aku yang hanya tukan bersih-bersih dapur ini tidak pernah sendirian, masih ada orang.” Kataku.


Namun tidak pernah sempat terucap kepadamu. Aku sudah melihatmu berlari dengan zirah dan busur panahmu. Siap bergabung bersama pasukan yang dibentuk oleh sang Panglima. Aku berjaga di sini menunggumu, dia, dan juga kalian semua, pulang dengan kabar kemenangan yang besar.

Aku masih termenung ketika kamu sudah menghilang dari jarak pandangku. Sampai akhirnya aku sadar,

Ah, masih ada masakan di kuali yang harus aku periksa.

Tuesday, April 4, 2017

Panglima dan Asisten Juru Masak

Seorang panglima telah lahir. Tengoklah, di lapangan sana ia sedang berlatih. Menyiapkan busur dan anak-anak panah, mengasah pedang-pedang sampai berkilatan, mengisi bejana-bejana air perbekalan, mengeluarkan kuda-kuda perang.

Seorang panglima telah lahir. Sementara sang pesuruh juru masak masih saja berkutat di belakang. Yang kadang masih salah memasukkan bumbu. Masih lupa di mana meletakkan wajan dan pinggan. Masih keliru membedakan bahan-bahan.

Seorang panglima telah lahir. Si pesuruh juru masak menatap dari sibak tirai jendela dapur. Berharap ia selamat di medan pertempuran. Berharap ia tetap selalu bahagia meski harus berkutat dengan tugas beratnya. Berharap ia kembali pulang segera. Bukan untuknya, untuk semua orang yang menunggu kabar baik darinya.

Sang panglima tidak perlu tahu. Bahwa kopi yang ia sesap pagi tadi. Adalah kopi buatannya yang paling istimewa. Sementara ia masih saja mengamati dari balik sibak tirai jendela dapur.
Tulisan lama, diterbitkan kembali dari Tumblr pribadi

Belum Sempat

Pengen pake banget nge-post lagi. Tapi lagi nggak sempat. Atau memang tidak menyempatkan diri :(