Apa yang lebih menyakitkan daripada rasa yang terpaksa dimatikan sebelum ia berbunga? Dan aku dengan sesadar-sadarnya, paham bahwa ini bukan soalan aku pantas atau tidak pantas. Tapi lebih mendasar lagi yaitu tentang aku atau bukan aku, dan tentang kamu atau bukan kamu.
Setelah puluhan hitungan aku menghitung dalam hati, menunggu sampainya aku pada pertemuan berikutnya denganmu, aku sempat hampir lupa. Tapi tepat sedetik sebelum aku benar-benar lupa, kamu harus datang bersamaan dengan kembalinya semua file-file yang hampir saja membusuk di recycle bin memori otakku. Apalah, aku tidak peduli dengan analogi yang berantakan. Yang aku peduli adalah garis pikiran rasionalku yang berantakan.
Kalau saja aku tahu apakah semua perjalanan ini adalah tentang kamu atau bukan, aku tentu akan bisa memutuskan untuk terus berjalan, meski harus menunggu ratusan bahkan ribuan hitungan pertemuan lagi, atau berhenti dan melangkah mundur meski senyumanmu terus menghantui langkah mundurku.
Kalau saja aku tahu apakah semua perjalananmu adalah tentang aku atau bukan, aku tentu akan bisa memutuskan akan bertahan meski ada yang harus keberatan atau bahkan tidak suka, atau mundur teratur meski aku hanya bersaing dengan diriku sendiri.
Kenyataannya aku tidak tahu.
Dan aku memang masih berharap pada pertemuan-pertemuan berikutnya. Merindukan temu-temu tanpa rencana dengan nol ekspektasi. Manis. Sebelum semuanya berubah menjadi getir.
No comments:
Post a Comment