"Kok kamu bisa suka sama dia sih? Dia kan nggak cakep."
"Kamu serius suka sama dia?"
"Apa sih yang kamu lihat dari dia? Dia kan nggak populer."
Pertanyaan-pertanyaan itu dulu sekali kamu sering dapatkan dari teman-teman terdekatmu. Beberapa kali kamu jatuh suka pada orang yang berbeda, kesemuanya adalah orang yang tidak sama sekali populer, tampang biasa-biasa saja, intelegensinya juga sama biasanya. Tentang mengapa, hanya kamu yang tahu.
"Yah, kan aku juga biasa-biasa aja. Nggak cakep juga, apalagi populer." Biasanya begitu caramu membela diri.
"Aku lagi suka sama orang nih. Namanya..." ini ceritamu beberapa bulan yang lalu. Aku cuma menanggapinya dengan tersenyum. Yang berbeda kala itu adalah, kamu menyebutkan satu nama yang walaupun tidak terlalu populer, tapi tidak juga bisa disepelekan.
Anak itu punya sekelompok cewek pengagum rahasia. Meskipun tidak terlalu rahasia. Bahkan mereka pernah melabrak beberapa perempuan yang dekat dengannya karena aktif di organisasi yang sama. Waktu itu aku khawatir kamu kena labrak juga.
Tapi seiring berjalannya waktu, perlahan perasaan itu hilang. Ceritamu berganti lagi. Dan kali ini lebih lagi. Ia jauh lebih populer dari yang sebelumnya.
Dalam satu forum saja, ada beberapa pasang mata yang memancarkan aura pengharapan padanya. Termasuk kamu. Aku dapat melihatnya dengan jelas. Meskipun tidak sering juga kamu menatapnya, dan mereka pun, tapi aku tahu. Kali ini kamu bersaing dengan lebih banyak orang daripada segerombolan cewek tukang labrak kemarin.
"Jadi suka sama yang nggak populer, nggak boleh. Suka sama yang populer juga nggak boleh. Kenapa salah terus sih?" kamu mulai protes. Mencuri bisik padaku di sela-sela rapat sore itu.
"Bukan gitu sih maksudnya. Aku nggak melarang kok. Aku cuma ngasih tau kalo dia, dia, dan dia juga suka sama anak itu." aku menyebut beberapa nama.
"Aku nggak peduli. Aku suka aja kok. Nggak berharap apa-apa. Eh berharap sih. Tapi kalopun nggak keturutan juga aku biasa aja. Eh gimana sih. Pokoknya begitu." Ah, kamu malah bingung sendiri.
Aku melanjutkan catatanku. Tapi pikiranku masih terganggu. Kamu sekarang memang semakin populer. Walau memang tidak relevan juga sebenarnya menghubungkan kedua hal itu. Orang yang tidak populer pun berhak punya perasaan terhadap siapa saja. Apa karena itu seleramu berubah?
Pun sebenarnya menurutku ini bukan soal selera. Perasaan dan selera bukan hal yang ekuivalen. Tidak sebanding. Dan aku juga yakin kamu tidak menyadari popularitasmu yang sedang naik itu.
Tapi tunggu...
Tatapan macam apa itu yang barusan dia layangkan padamu. Sesaat memang. Tapi aku melihatnya dengan terang dan nyata. Bukan jenis tatapan yang biasa saja. Duh, bagaimana mendefinisikannya, aku kurang ahli dalam hal ini. Aku hanya tahu begitu saja.
Aku memandang wajahmu sekali lagi. Lekat.
Ah, aku mengerti. Ini ternyata bukan soal populer-tidak populer.
"Ada apa, sih?" heranmu.
"Tidak, tidak ada apa-apa." sepertinya ini cukup aku simpan saja sendiri.
Mampang Prapatan, Rabu, 22 Februari 2017, 14.43 WIB
No comments:
Post a Comment