Untuk kesekian kalinya aku menulis lagi-lagi soal
ini
Ini 2014, men. Dan aku masih terperangkap dalam
dunia yang kubuat sendiri. Dalam rasa sakit yang kutoreh sendiri.
Tapi percayalah, teman. Aku bukan orang yang suka
mengingat ingat rasa sakit itu. Aku bukan hanya tidak suka. Aku bahkan
terkadang tidak mampu mengulang sakit yang pernah kurasakan sendiri. Ini soal
mengikhlaskan mungkin. Atau mungkin soal melupakan.
Sebenarnya aku sedang tidak berminat menulis di
sini. Tapi kau temanku. Aku tidak akan membiarkanmu terperangkap di dalam rasa
bersalahmu kalau itu behubungan dengan aku.
Sila diperiksa kembali kapan aku menuliskan suara
hatiku itu. 10 Desember 2013 (kalau tulisan itu yang kau maksud). Itu sudah
hampir sebulan. Dan apa peduliku soal kecocokan kalian atau kebersamaan kalian.
Karena sekeras apapun aku berusaha menghilangkan batas, aku tetap tidak
bergerak kemana-mana (kalau kau mengerti maksudku). Posisi aku sekarang, sudah
cukup aku syukuri. Bagaimana posisi orang lain(termasuk kamu) akan aku coba
untuk tidak kupedulikan. Tidak kupedulikan bukan dalam arti aku tidak
menganggap ada. Tapi menanamkan pada diriku sendiri sebuah konsep. Tahu diri.
Aku tahu, aku bukan siapa-siapa.
Soal aku mengeluh saat itu, hanya luapan sesaat.
Dan sengaja kubuat analogi supaya tetap berlaku selamanya, tidak kadalurasa.
Tidak hanya untuk keadaanku saat itu. Mungkin untuk keadaan jutaan orang di
luar sana yang juga merasakan hal serupa. Terlalu terlambat meminta maaf
sekarang. Sudah lama kumaafkan. Mungkin sejak aku selesai menuliskan tulisan
itu. Atau mungkin aku menyadari kalau itu bukan salahmu. Hanya murni
kesalahanku.
Tawaranmu untuk berdamai : aku TOLAK.
Karena kita tidak pernah berperang. Hanya aku.
Yang berperang pada diriku sendiri. Mungkin sudah saatnya aku berdamai pada
diriku sendiri. Berdamai pada gumaman hatiku, gumaman pikiranku. Tentang
semuanya. Termasuk tentang kamu.
No comments:
Post a Comment