Wednesday, January 1, 2014

Jawaban Dari Sebuah Jawaban




Untuk kesekian kalinya aku menulis lagi-lagi soal ini
Ini 2014, men. Dan aku masih terperangkap dalam dunia yang kubuat sendiri. Dalam rasa sakit yang kutoreh sendiri.
Tapi percayalah, teman. Aku bukan orang yang suka mengingat ingat rasa sakit itu. Aku bukan hanya tidak suka. Aku bahkan terkadang tidak mampu mengulang sakit yang pernah kurasakan sendiri. Ini soal mengikhlaskan mungkin. Atau mungkin soal melupakan.
Sebenarnya aku sedang tidak berminat menulis di sini. Tapi kau temanku. Aku tidak akan membiarkanmu terperangkap di dalam rasa bersalahmu kalau itu behubungan dengan aku.
Sila diperiksa kembali kapan aku menuliskan suara hatiku itu. 10 Desember 2013 (kalau tulisan itu yang kau maksud). Itu sudah hampir sebulan. Dan apa peduliku soal kecocokan kalian atau kebersamaan kalian. Karena sekeras apapun aku berusaha menghilangkan batas, aku tetap tidak bergerak kemana-mana (kalau kau mengerti maksudku). Posisi aku sekarang, sudah cukup aku syukuri. Bagaimana posisi orang lain(termasuk kamu) akan aku coba untuk tidak kupedulikan. Tidak kupedulikan bukan dalam arti aku tidak menganggap ada. Tapi menanamkan pada diriku sendiri sebuah konsep. Tahu diri. Aku tahu, aku bukan siapa-siapa.
Soal aku mengeluh saat itu, hanya luapan sesaat. Dan sengaja kubuat analogi supaya tetap berlaku selamanya, tidak kadalurasa. Tidak hanya untuk keadaanku saat itu. Mungkin untuk keadaan jutaan orang di luar sana yang juga merasakan hal serupa. Terlalu terlambat meminta maaf sekarang. Sudah lama kumaafkan. Mungkin sejak aku selesai menuliskan tulisan itu. Atau mungkin aku menyadari kalau itu bukan salahmu. Hanya murni kesalahanku.
Tawaranmu untuk berdamai : aku TOLAK.
Karena kita tidak pernah berperang. Hanya aku. Yang berperang pada diriku sendiri. Mungkin sudah saatnya aku berdamai pada diriku sendiri. Berdamai pada gumaman hatiku, gumaman pikiranku. Tentang semuanya. Termasuk tentang kamu.

No comments:

Post a Comment