Wednesday, September 18, 2019

Dua Tahun Abin

"Kamu nggak capek, Bin? Ini udah mau dua tahun and you keep telling the same story."
Yang ditanya cuma tertawa kecil.

"Dan ini nggak kayak kamu yang biasanya. Aku kenal kamu dari zaman maba dan kamu nggak pernah menceritakan orang yang sama lebih dari tiga bulan." Abin cuma melirik.

"Oke, ada sih yang sampai setengah tahun. Tapi kan cuma sekali." Disa meralat pernyataannya.

"Dis, you know me. Aku akan move on pada waktunya kok."

"Tapi Bin, kamu pernah kepikiran nggak sih, kenapa nggak kamu perjuangkan aja instead of kamu nungguin saat yang tepat untuk move on?"

Hening.

"No, thank you. That's so not me."

Disa memandang Abin prihatin.
"Don't look at me that way. Aku bahagia kok. Dan aku yakin akan datang waktunya aku akan sempurna."

Disa mengenang obrolannya dengan Abin sebulan yang lalu. Dan begitulah rencana yang telah disetting untuk Abin. Disa hanya mampu memandang kagum pada kekuatan Abin yang tidak pernah dia sangka.

Di sinilah Disa sekarang, di dalam ruang rias pengantin, sesaat setelah terdengar kalimat "Saya terima nikahnya Abin Syamsa dengan maskawin tersebut, tunai." Mengalir air mata Disa dengan kebahagiaan yang membuncah. Sahabat mana yang tidak bahagia.

"Disa, aku yang akad kok kamu yang nangis? Tenang, habis ini kamu kok!" Goda Abin jenaka.

"Aku kira, Gaza hanya akan jadi cerita tiga bulan kamu seperti cerita-cerita yang lain."

Disa mengiringi Abin memasuki ruang akad, menuju seorang laki-laki yang namanya tidak pernah absen dari cerita Abin dua tahun terakhir ini.

Seminggu setelah pertemuan Disa dan Abin sebulan yang lalu, Disa mendapati chat whatsapp dari Abin.

"Disa, bisa bantu aku menyiapkan akad dan resepsi sederhana tiga pekan lagi?"

"Hah! Mendadak banget. Siapa yang mau nikah emang?"

"Aku,"

"Demi apa?! Sama siapa?!"

"Gaza, Dis..."

"Aku ke rumah kamu sekarang! Dan kamu harus cerita selengkap-lengkapnya. Jangan ada yang ketinggalan. Tunggu!" Saat itu juga Disa tancap gas ke rumah Abin.

Disa tidak pernah mengenal Gaza secara personal. Hanya tahu dari cerita-cerita Abin dan foto-foto instagram yang ditunjukkan oleh Abin.

Disa juga tidak pernah menyangka bahwa seorang Abin yang mudah jatuh hati, akan bertahan demikian lama pada satu nama saja. Mungkin, dua tahun kemarin adalah training bagi Abin untuk mencintai satu orang saja sepanjang sisa hidupnya.

Belakangan, Disa menyadari bahwa Abin benar. Ia tidak perlu memperjuangkan Gaza. Karena yang benar-benar mencintainya akan memperjuangkannya. Itu yang selama dua tahun ini tidak Abin ketahui. Bahwa sebenarnya Gaza tengah memperjuangkan Abin. Tanpa perlu cara-cara sok romantis menjanjikan harapan. Tanpa perlu kata-kata manis melambungkan rasa. Hanya perlu waktu untuk sampai pada langkah nyata.

"Makasih ya Dis. Udah jadi temen aku yang paliiing ngerti." Disa mengangguk dan melepaskan gandengan tangannya. Seolah melepas kepergian Abin untuk selamanya. "Aku tetep Abin yang sama kok. Kita tetap sahabat kok."

Disa menyeka sedikit air matanya. Tersenyum lebar pada Abin. "Selamat ya, Bin."

No comments:

Post a Comment