Wednesday, July 19, 2017

Lelucon

Sungguh sudah sangat biasa baginya. Sudah sangat bisa memahami ketika di balik punggung sana ada yang tertawa, entah itu terbahak atau terkikik sekalipun, ia tahu bahwa tawa itu adalah tentang dirinya.

Bertahun menyandang predikat cewek aneh sudah bukan hal yang mengganggu pikirannya. Ia hanya ingin hidup untuk dirinya sediri. Ia sudah tidak lagi peduli seberapa keras tawa sekumpulan orang di seberang sana, yang jelas-jelas sedang menertawakannya.

Benarkah?

Pada masanya, ia menemukan konsep dirinya. Yang ia lakukan adalah mendekati kerumunan yang seketika menghentikan tawa mereka, memasang wajah was-was, takut-takut ia marah. Tapi ia justru ikut duduk, dan menyusul tertawa. Ah, peduli setan, ia tahu ia hanya berubah menjadi orang aneh tipe yang lain.

Ada masanya ketika ia memanipulasi otaknya untuk berpikir bahwa lelucon dan tawa-tawa itu adalah apresiasi untuknya. Bentuk penerimaan mereka terhadapnya. Caranya untuk berbaur dengan mereka.

Tapi kadang, otaknya korslet juga. Bingung dengan semua manipulasi yang telah ia lakukan pada otaknya.

Masa berikutnya, ia bertemu dengan seseorang. Seseorang yang tadinya ia pikir berasal dari golongan orang-orang yang sering menertawakannya. Tapi ternyata, orang itu mampu memahami keanehannya. Mampu menebak aksinya yang sering kali ia sendiri tidak mampu menebak. Orang itu, tidak menertawakannya. Setidaknya, sejauh pengetahuannya.

Tapi ternyata... Dibalik kepeduliannya, orang itu hanyalah orang yang sama. Orang yang sama dengan sekumpulan manusia di pinggir jalan situ, yang tertawa ketika ia lewat. Tertawa ketika ia berbicara. Bukan karena lucu, melainkan karena cara berpikirnya yang aneh. Ah orang itu hanya berpura-pura terlihat dewasa.

Sungguh sudah sangat biasa baginya. Pada akhirnya, orang itu ia kembalikan pada posisinya. Posisi orang-orang biasa lainnya, yang ikut membuat lelucon tentang dirinya. Posisi yang tidak terlalu mempengaruhi hidupnya.

Ia berjalan memunggungi tawa yang masih terdengar. Sudah biasa. Sudah sangat biasa. Ia tidak marah, tidak pula merasakan apapun yang lain. Ia merasa sudah cukup memikirkan itu semua.

Tapi sekali lagi... Benarkah?

Rumah, Rabu, 19 Juli 2017, berberapa saat setelah tengah hari.
Seandainya aku dapat memeluknya, membuka semua tabir rasanya, menampung semua rahasianya. Tapi... 

No comments:

Post a Comment