Monday, March 6, 2017

Mutasi

Kata yang dulu mainstream dibicarakan setiap sudah menetap beberapa tahun di suatu kota. Dari Palu, pindah ke Pekalongan, lalu pindah ke Banjarmasin. Begitulah Abi harus memenuhi tugasnya di Ditjen Perbendaharaan. Otomatis, kami sekeluarga harus ikut Abi pindah.

Abi pertama kali ditempatkan di Palu, Sulawesi Tengah. Aku belum lahir. Tapi karena aku anak pertama sekaligus cucu pertama, Ummi memutuskan untuk melahirkan di Jakarta, kampung halamannya. Sejak bayi sampai TK, aku hidup di Palu. Meskipun nggak banyak yang kuingat.

Mutasi pertama Abi jatuh pada sebuah kota (sedikit) besar di sisi Utara Pulau Jawa, Pekalongan. Dan kota ini, selalu jadi kota yang paling berkesan bagi kami, terutama aku sendiri. 6 masa kanak-kanak kuhabiskan di sini. Pertama mengenal banyak hal, salah satunya persahabatan.

Menjadi keluarga nomaden bukanlah hal yang mudah. Setiap pindah, harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, tidak boleh punya rencana menetap, harus siap kapan saja harus kembali pindah. Harus siap kapan saja harus berpisah dengan teman-teman.

Pertengahan tahun 2006, pertama kalinya aku mengetahui kata mutasi. Dan pertama kalinya harus merasakan beratnya bersiap berpisah dengan teman-teman, guru-guru, dan tetangga. Abi pindah duluan ke Banjarmasin. Aku, Ummi, tiga adikku, dan satu bayi di perut Ummi, masih menetap di Pekalongan sampai semester berakhir. Awal tahun 2007, setelah adik terakhir lahir, semua pindah ke Banjarmasin. Kecuali aku.

Aku ikut Nenek dan Kakek di Jakarta, melanjutkan semester terakhir SD, sampai menyelesaikan MTs. Meskipun biasa, mutasi tetap bukanlah hal yang mudah bagi kami.

Sampai akhirnya Abi melihat peluang supaya tidak lagi dimutasi. Pindah jobdesc. Apalah istilahnya, aku nggak terlalu paham istilah kementerian. Jadi semacam jurnalis yang membuat Abi harus menetap di kantor pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Kami akhirnya sama-sama menetap di Jakarta sampai sekarang.

Aku lupa tahun berapa, Abi kembali mencoba kesempatan yang lebih baik untuk pekerjaannya. Widyaiswara BPPK menjadi salah satu tujuannya menyelesaikan S2. Sebab, salah satu kantor BPPK ada yang bertempat di Magelang, kampung halaman Abi. Kami mulai menyusun timeline. Nanti, kalau Abi sudah punya posisi yang lebih meyakinkan (setelah lulus S3), kami akan pindah ke Magelang sebagai tujuan akhir kami.

Abi sudah bisa membeli mobil. Sudah mulai mencicil tanah di Magelang. Dan dalam waktu dekat akan mulai mencicil bangunan rumah. Kami sangat yakin, lima tahun ke depan, kira-kira semua akan selesai dan kami bisa pindah ke Magelang. Paling tidak, aku sudah selesai S1 juga. Kami sudah mulai membiasakan diri tentang fakta bahwa Jakarta-Magelang bukanlah jarak yang sangat jauh untuk ditempuh bolak-balik. Bersyukur juga sekarang sudah ada Tol Cipali yang disambung Tol Brebes sehingga kami sering memanfaatkannya untuk pergi ke Magelang saat weekend, dan kembali ke Jakarta di weekend yang sama.

Kami akan punya rumah sendiri. Milik keluarga kami sendiri. Kami akan punya kehidupan yang lebih mapan dan menetap. Kami sudah bersepakat.  Lagipula, kami rasa juga masih cukup lama. Lima tahun lagi. Mungkin aku sudah menikah terlebih dahulu. Mungkin aku nantinya menetap di Ibukota dan menjadikan Magelang sebagai tujuan pulang kampungku. Mungkin.

Tapi tiba-tiba, isu itu datang berhembus sayup. Isu yang terakhir kudengar sekitar 11 tahun yang lalu. Mutasi. Jauh lebih cepat dari estimasi waktu kami. Rumah belum dibangun. Mobil dan tanah belum lunas. Apalagi aku belum lulus S1. Apalagi lagi, aku masih sangat nyaman berada di Ibukota, meskipun dengan semua dinamikanya.

Mutasi. Kata yang bukannya traumatik bagi kami. Hanya saja kata itu sedikit mengganggu kemapanan kami. Tetangga, sahabat-sahabat, keluarga. Meskipun kami sudah bersepakat tidak akan selamanya menetap di Jakarta, tetap saja mutasi menjadi hal yang merusak timeline kami. Mengganggu rencana kami. Dan mungkin juga rencanaku.

Kami  bahkan belum tahu Abi akan dimutasi ke mana kali ini. Meskipun Abi sangat yakin akan ditempatkan di Magelang. Dan meskipun masih isu, Abi yakin akan segera terealisasi. Kami, terutama aku dan adik-adikku, masih belum bisa sepenuhnya menerima isu itu. Pura-pura tidak pernah mendengar. Bersikap seolah kita masih akan ada di sini, sampai datang betul masanya di timeline yang telah kami susun.

Kami, terutama aku, masih belum siap menerima perubahan tatanan hidup kami. Aku sepertinya belum siap kehilangan zona nyaman di sini. Dan harus bersusah payah membuat zona nyaman baru di tempat baru nanti.

Atau bolehkah ada pengecualian untuk aku sehingga aku bisa menetap di sini lebih lama? Aku harap iya.

Mampang Prapatan, Senin, 6 Maret 2017, 12.31 WIB

2 comments:

  1. Replies
    1. Kalau dalam waktu dekat, belum pasti, Kak. Itu baru isu. Kalau dalam jangka panjang, insyaAllah iya

      Delete