Thursday, October 17, 2013

Aku dan Kotak Besi Besar Bergerak

Aku dalam kotak besi besar bergerak. Pagi ini sepi. Entah aku yang berangkat terlalu pagi, atau alam sedang berserikat membantuku. Kotak besi besar bergerak ini pernah memuat banyak orang, beragam asal dan latar belakang, beragam misi dan tujuan. 

Kotak besi besar bergerak, antara Blok M dan Kampung Rambutan. Melaju cepat membelah udara pagi yang sudah dianggap siang oleh pengguna Jakarta. Melawan arah arus rombongan massa kuda-kuda besi yang berjejal menuju pusat kota.

Kotak besi besar bergerak ini. Hanya ada satu orang di setiap pasang kursi. Dua pasang kursi kosong. Dan hanya ada satu anak sekolahan di barisan kursi paling belakang.

Kotak besi besar bergerak. Ditemani sepoi angin dari lubang di kotak besi besar bergerak ini. Menghembus dengan perlahan, menyadarkan insan-insan yang nyaris jatuh terlelap. Masih sepagi ini. Atau justru membuat mereka bertambah rileks dan semakin jatuh terlelap dalam mimpinya. Tempat tujuan mereka masih jauh. Masih cukup waktu untuk terlelap sejenak.

Kotak besi besar bergerak membelah dari Selatan ke Timur. Manusia naik dan turun bergantian. Menambah pundi-pundi receh sang pengemudi dan seorang kondektur. Pundi-pundi yang masih harus dikurangi pungutan di sana-sini. Uang rokok untuk si ini dan si itu. Dan yang tersisa di kantong mereka di akhir hari belum tentu cukup untuk menghidupi anak-istrinya.

Kotak besi besar bergerak. Sesekali naik orang lain yang mencoba menumpang mencari sambungan nyawa. Sekedar untuk pengganjal perut malam ini mungkin. Bermodalkan gitar bekas yang dibeli di pasar loak. Atau tabuhan buatan sendiri dari bekas paralon dan bekas ban dalam. Atau hanya bermodalkan wajah memelas dan cerita hidup yang mengenaskan. Mereka mencoba mengumpulkan keping-keping kehidupan yang tersimpan di kantong-kantong tebal celana perlente.

Kotak besi besar bergerak pagi ini yang aku naiki. Kala angin masih sepoi membelai. Kala embun masih segar menyesap. Kiri-kanan jalan toko mulai buka. Depan belakang jalan belum banyak kuda besi melintas dan menyalip. Dan  aku masih punya waktu dan konsentrasi untuk merenung sejenak. Sampai aku disadarkan oleh bunyi palang naga besi. Aku harus turun di sini.

Sementara si kotak besi besar bergerak. Kembali melanjutkan penjelajahannya membelah Jakarta dari Selatan ke Timur dan dari Timur ke Selatan.

No comments:

Post a Comment