Semalam aku bertanya pada guru ngajiku. Teh Nurul
namanya.
"Bagaimana komentar teteh soal suka sama
lawan jenis?"
Sudah tiga orang aku tanyai soal ini. Dengan
redaksi, konteks dan situasi berbeda. Teteh satu ini menjawab :
Itu wajar. Tapi biasanya di usia sekarang, ketika
suka sama seseorang itu biasanya karena kagum. Lalu ketika menemukan kekurangan
orang itu, akan ilfil seketika.
Aku berpikir tentang sesuatu. Apakah hukum itu
berlaku padaku? Kira-kira apa yang akan terjadi padaku? Bukankah biasanya
justru orang-orang itu terbutakan ketika melihat kekurangan orang yang sisukai?
Tapi aku tidak berkomentar apa-apa sementara si teteh melanjutkan kembali
penjelasannya.
Jika diibaratkan hati adalah ruangan, ada sebuah
ruangan yang kosong. Yang tak pernah tersentuh siapapun. Yang senantiasa
terkunci. Ruang itu harus terjaga tetap kosong. Sampai suatu saat nanti tiba
masa yang tepat. Di situasi yang tepat. Akan datang seseorang yang tepat yang
membawa kunci tersebut.
Tapi yang namanya perasaan itu tidak boleh
ditekan. Karena semakin ditekan akan semakin membuncah. Maka jalan terbaik
adalah menyalurkan energi itu ke jalan yang benar. Ke kegiatan yang bermanfaat.
Jangan sampai energi itu tersalurkan ke hal-hal yang merugikan sendiri. Jangan
sampai perasaan-perasaan semacam ini membuat hidup kita jadi tidak nyaman.
Nikmati saja yang ada. Tapi jangan terlena karena setruman-setruman itu. Karena
itu syahwati. Datangnya dari syaitan.
Diskusi malam tadi lama-lama menyambung ke soal
masa depan dan pernikahan karena pertanyaan teman-teman lain di dalam lingkaran
kami. Dan diskusi ditutup dengan pertanyaan : "Memangnya Iffah sedang ada
perasaan semacam itu?". Aku hanya menjawab dengan senyum.
Meski sebentar, aku senang tanggapan dia tidak
menghakimi. Tidak menjawab dengan jawaban "jangan berlebihan", atau
langsung menembak "hati-hati itu dari setan", atau ekstrim menyuruh
segera berhenti.
Dua orang lainnya yang aku tanyai menjawab dengan
jawaban yang menenangkan. Minimal mereka tidak menertawakan aku. Maksimal
mereka memberikan solusi.
Nikmati, jalani, banyak berzikir.
No comments:
Post a Comment