Wednesday, October 16, 2013

Mampang Dini Hari : Sepi Pengunjung

Jakarta, pukul 00.10 dini hari


Malam hari aku terbangun. Haus. Aku malas berperang dengan pasukan kakiempat yang sedang merajai dapur. Aku malas angkat senjata untuk mengusir mereka supaya aku dapat mengusir hausku.

Sambil mengenakan jaket rapat-rapat, kubuka kunci gerbang perlahan. Sementara aku membuka pintu, terdengar deru dua buah motor. Habis bersenang-senang mereka. Entah mereka dari mana. Biasa, beberapa remaja laki-laki menghabiskan malam panjang mereka di bangku depan counter pulsa sambil meneguk bergelas-gelas kopi dan menghisap berbatang-batang rokok. Tak kurang alunan musik yang kadang menyentak garang, kadang mengalun melankolis. Mereka melihatku keluar rumah. Aku kenal mereka, mereka kenal aku.

Dengan agak ragu aku melangkahkan kaki menuju jalan raya. Misiku satu. Mencari penjual minum yang ada dalam radius sependek mungkin. Gentar sedikit. Dengar cerita orang malam di Jakarta yang keras. Tapi aku baik-baik saja sampai di rumah. Sementara manusia-manusia muda di belakangku berbisik-bisik membicarakanku. Heran mungkin. Atau bisa jadi khawatir. Apa yang kulakukan selarut ini.

Jalan Buncit Raya sepi. Sesekali melintas motor-motor berkecepatan tinggi. Mungkin pekerja lembur yang ingin segera sampai rumah. Atau perantau-perantau yang baru pulang libur lebaran dan besok sudah mulai beraktivitas. Aku merapatkan jaket pada tubuhku yang diterpa angin akibat kecepatan motor yang melintas.

Di kanan jalan, gedung-gedung kantor sudah sepi. Tutup. Gelap. Tinggal satpam-satpam dalam pos yang mungkin sedang tertidur pula karena terbawa suasana malam yang sepi. Di trotoarnya berserak sampah botol dan plastik. Mungkin sisa-sisa pesta penghuni pinggir jalan. Atau mungkin sisa pelepas lelah para pekerja kasar. Semua tinggal sisanya saja.

Tapi ada pula yang masih bekerja selarut ini. Mereka menarik gerobak yang kini mulai penuh muatan. Isinya kardus, plastik, dan benda kering yang tak terpakai. Mereka mengais sisa-sisa yang ditinggalkan parapetugas kebersihan yang mengambil kantung-kantung sampah pukul 10.30 tadi. Yang mungkin memang sengaja mereka tinggalkan. Berbagi rezeki istilahnya. Sesekali mereka berhenti di pelataran gedung yang tak berpagar. Beristirahat. Mungkin mereka mengharapkan tidur nyenyak di kasur yang nyaman. Atau mungkin mereka bahkan tak pernah membayangkannya.

Akhirnya aku menemukan sebuah warug minuman. Penjualnya seorang ibu-ibu yang menjawab pertanyaanku dengan tidak bersemangat. Terlihat sekali kantung matanya pertanda lelah. Mungkin ia sudah biasa berjualan sampai selarut ini. Tapi lelah itu pasti terlihat. Mungkin ia juga bosan. Mungkin juga iri pada orang-orang yang kini terlelap.

Mampang dini hari. Tak banyak yang kutemui. Sisi-sisi glamor dan ramai mungkin sudah habis di kemang, di menteng, atau di daerah gemerlap lain. Sepi di sini. Yang terlihat sisi-sisi lain Jakarta. Pekerja (entah kantor mana yang tetap bekerja di hari libur ini) yang sedang ngaso di warung untuk minum kopi. Menghilangkan kantuk sebentar karena mereka mungkin harus memacu kuda besinya lebih jauh lagi. Sampai Depok, Bekasi, atau Bogor.

Atau para penjual makanan yang mendorong gerobak mereka dari pasar. Mungkin hari ini mereka sedang kurang laku. Karena orang sedang ramai menyate hasil sembelihan pagi tadi. Atau anak kos sengaja merapel makan mereka sampai besok pagi. Karena malas beranjak dari kamar, mumpung libur. Atau memang sengaja mengirit pengeluaran.

Mampang dini hari, sepi sampai aku kembali masuk ke dalam gang rumah. Langsung kembali terlihat gerombolan yang tadi berbisik tentang aku. Yang menyelenggarakan hiruk-pikuk ala mereka. Biarkan saja mereka habiskan masa senggang dan muda mereka dengan sia. Sampai saatnya mereka menyesal bahwa mereka tak banyak lakukan perubahan. Selama mereka tidak membawa perempuan jalanan ke situ, selama mereka tidak mengganggu tidur nyenyak para warga, biarkan saja.

Sebelum aku masuk rumah salah seorangnynya memanggilku. "habis beli apa fah?" aku hanya menunjukkan botol minuman yang kusembunyikan dalam lengan jaket yang besar. Kemudian segera masuk. Sementaa mereka kembali melanjutkan keramaian mereka sendiri. Sementara mulai radius lima meter dari mereka semua sudah sepi. Tinggal pasukan kakiempat yang sesekali melintas. bergerilya mencati sisa makanan yang lupa dibuang oleh pemilik sebelumnya.

Mampang, dini hari, sepi pengunjung. Dan empat setengah jam dari sekarang, jalanan yang kosong itu akan berubah menjadi lautan kendaraan yang berebut tempat di pusat kota sana. Beruntung aku bukan bagian dari mereka. Aku akan menghindar sejauh mungkin dari chaos itu. Menuju arah asal kebanyakan dari mereka. Depok.

Mungkin lain waktu aku akan menyempatkan kembali keluar selarut ini untuk memotret jalanan sepi pengunjung ini.

No comments:

Post a Comment