Thursday, October 17, 2013

Potret



Pertigaan kalibata nan pikuk. Jejalan motor, mobil, bis kota, dan angkutan kota berebut lampu hijau yang sebentar-sebentar.

Barisan paling depan motor-motor tak sabar yang bahkan ada yang sampai naik trotoar. Ambil lahan orang. Lahan pejalan kaki yang memang sepi pemakai. Bahkan tutupi jalan ke kiri yang terdapat tulisan "belok kiri jalan terus".

Di belakangnya mobil dan kopaja yang lebih bijak. Tapi jua mengumpat ketika tak sempat dapat hijau. Padahal mereka hanya tertinggal satu detik. Habislah waktunya beberapa menit tunggu hijau muncul lagi.

Di trotoar pojok paling depan, penjual minuman dingin yang selalu siap sedia ketika sopir dan kondektur kopaja membutuhkan. Tak kurang, beberapa pak rokok juga mereka jajakan. Pelepas bosan tunggu sang merah.

Masih dipertigaan yang sama. Nenek buta dituntun seorang anak muda. Anak muda itu benar-benar masih muda. Badannya tegap. Tak terlihat cacat sedikitpun. Ia menuntun nenek buta itu, memegangkan tangan si nenek, menengadah mencari tangan-tangan pemurah yang mau membagi receh. Sadar apa yang janggal? Ya, mengapa bukan si anak muda yang bekerja keras. Menggunakan kekuatannya, bukan mengeksploitasi kecacatan si nenek. Tidakkah ia tahu malu?

Pertigaan kalibata nan riuh. Klakson sambung-sambungan, umpatan sahut-sahutan. Risih telinga. Panas terik pula.

Kopaja penuh sesak. Yang terus ditambahkan penumpang. Kondektur yang tak mau merugi. Kopaja tambah sesak. Ibu-ibu mulai menggerutu. Mengomeli si kondektur yang terus mengambil penumpang. Memaksa bergeser sementara tak ada lagi tempat untuk bergeser.

Sementara dalam kopaja penuh sesak itu, seorang nenek setengah pengamen setengah pengemis memaksa masuk. Mengucapkan kata-kata yang sama setiap ia naik dari bis ke bis untuk mengais receh. Tak peduli bosan para pelanggan kopaja yang sudah kali kesekian mendengar ocehan si nenek. Yang memberi balasan doa jika diberi. Miris.

Sementara beberapa ratus meterdari lampu merah, trotoar beralih fungsi. Tak hanya menjadi lahan berjualan, tetapi juga menjadi pelebaran jalan raya. Motor, angkot, kopaja, naik semua ke situ.

Pertigaan Kalibata yang hiruk pikuk. Antara peduli dan tidak. Kutandai ia dalam pengamatan singkatku. Kupotret ia dalam ingatanku. Lalu berkata, Kapan engkau sembuh?

No comments:

Post a Comment