Pertigaan kalibata nan pikuk. Jejalan motor,
mobil, bis kota, dan angkutan kota berebut lampu hijau yang sebentar-sebentar.
Barisan paling depan motor-motor tak sabar yang
bahkan ada yang sampai naik trotoar. Ambil lahan orang. Lahan pejalan kaki yang
memang sepi pemakai. Bahkan tutupi jalan ke kiri yang terdapat tulisan
"belok kiri jalan terus".
Di belakangnya mobil dan kopaja yang lebih bijak.
Tapi jua mengumpat ketika tak sempat dapat hijau. Padahal mereka hanya
tertinggal satu detik. Habislah waktunya beberapa menit tunggu hijau muncul
lagi.
Di trotoar pojok paling depan, penjual minuman
dingin yang selalu siap sedia ketika sopir dan kondektur kopaja membutuhkan.
Tak kurang, beberapa pak rokok juga mereka jajakan. Pelepas bosan tunggu sang
merah.
Masih dipertigaan yang sama. Nenek buta dituntun
seorang anak muda. Anak muda itu benar-benar masih muda. Badannya tegap. Tak
terlihat cacat sedikitpun. Ia menuntun nenek buta itu, memegangkan tangan si
nenek, menengadah mencari tangan-tangan pemurah yang mau membagi receh. Sadar
apa yang janggal? Ya, mengapa bukan si anak muda yang bekerja keras.
Menggunakan kekuatannya, bukan mengeksploitasi kecacatan si nenek. Tidakkah ia
tahu malu?
Pertigaan kalibata nan riuh. Klakson
sambung-sambungan, umpatan sahut-sahutan. Risih telinga. Panas terik pula.
Kopaja penuh sesak. Yang terus ditambahkan
penumpang. Kondektur yang tak mau merugi. Kopaja tambah sesak. Ibu-ibu mulai
menggerutu. Mengomeli si kondektur yang terus mengambil penumpang. Memaksa
bergeser sementara tak ada lagi tempat untuk bergeser.
Sementara dalam kopaja penuh sesak itu, seorang
nenek setengah pengamen setengah pengemis memaksa masuk. Mengucapkan kata-kata
yang sama setiap ia naik dari bis ke bis untuk mengais receh. Tak peduli bosan
para pelanggan kopaja yang sudah kali kesekian mendengar ocehan si nenek. Yang
memberi balasan doa jika diberi. Miris.
Sementara beberapa ratus meterdari lampu merah,
trotoar beralih fungsi. Tak hanya menjadi lahan berjualan, tetapi juga menjadi
pelebaran jalan raya. Motor, angkot, kopaja, naik semua ke situ.
Pertigaan Kalibata yang hiruk pikuk. Antara
peduli dan tidak. Kutandai ia dalam pengamatan singkatku. Kupotret ia dalam
ingatanku. Lalu berkata, Kapan engkau sembuh?
No comments:
Post a Comment